RUU ASN : Pegawai Negeri Memiliki Saingan untuk Berkinerja
Download Presentasi
Download RUU Aparatur Sipil Negara [Menpan RB]
Download RUU Aparatur Sipil Negara [DPR RI] [DPR RI]
Download RUU Administrasi Pemerintahan [Menpan RB]
Audit Kinerja : Perilaku Organisasi yang Akuntabel, Beretika dan Bermoral
Perilaku organisasi mencerminkan kejujuran dan etika, yang
dikomunikasikan secara tertulis, merupakan akar yang dijadikan pegangan oleh
seluruh pegawai. Akar kultur tersebut dilandasi nilai-nilai luhur yang menjadi
dasar bagi etika pengelolaan suatu organisasi atau suatu entitas.
Intansi pemerintah, dalam upaya menghapus “image” masa lalu, wajib dan secara
kontinu menghimpun nilai-nilai luhur dari seluruh lapisan Pegawai Negeri Sipil
yang harus selalu dijadikan pedoman dalam segala kegiatan yang dilakukan yaitu:
- Profesionalisme,
- Netral
- Kerjasama
- Keserasian, keselarasan dan keseimbangan
- Kesejahteraan
Hal tersebut sejalan dengan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dengan SK Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002 tanggal 25
April 2002 yang telah menentapkan 17 pasang nilai-nilai dasar budaya kerja bagi
aparatur negara yaitu :
- Komitmen & Konsisten
- Wewenang & tanggungjawab
- Keikhlasan & Kejujuran
- Integritas & Profesionalisme
- Kreatifitas & Kepekaan
- Kepemimpinan & Keteladanan
- Kebersamaan & Dinamika kelompok kerja
- Ketepatan & Kecepatan
- Rasionalitas dan Kecerdasan Emosi
- Keteguhan & Ketegasan
- Disiplin & Keteraturan kerja
- Keberaniab & Kearifan
- Dedikasi & Loyalitas
- Semangat & Motivasi
- Ketekunan & Kesabaran
- Keadilan & Keterbukaan
- Penguasaan ilmu Pengetahuan & teknologi
Implementasi nilai-nilai yang terdapat dalam Budaya Kerja tersebut dalam suatu
organisasi, sangat erat hubungannya dengan kemauan
manajemen untuk membangun suatu etika perilaku dan kultur organisasi yang AKUNTABEL, sehingga dapat mengurangi
atau menghindari terjadinya 3 ( tiga ) kecurangan pokok seperti (1) kecurangan
dalam laporan keuangan dan laporan hasil pelaksanaan kegiatan (2) kecurangan penggelapan
asset dan (3) kecurangan tindak pidana korupsi, baik materil dan immateril.
Kecurangan immateril ditunjukkan dengan rasio jam kerja dengan hasil yang
dikerjakan.
Membangun etika
perilaku dan kultur organisasi yang akuntabel, ditentukan beberapa faktor,
dimana penentu keberhasilannya saling
terkait satu dengan yang lainnya sebagai berikut :
1. Komitmen dari Top Manajemen Dalam Organisasi [Manajemen
sebagai Contoh]
Manajemen memberikan contoh dan kemauan untuk membangun
suatu kultur yang kuat dalam organisasi yang dipimpinnya. Peranan
moral/kepribadian yang baik dari seorang atasan dan komitmennya atas tata
kelola organisasi yang dipimpinnya, sangat mendorong tegaknya suatu etika prilaku
dalam suatu organisasi dan dapat dijadikan dasar bertindak dan suri tauladan
bagi seluruh pegawai. Pimpinan tidak bisa menginginkan suatu etika dan perilaku
yang tinggi dari suatu organisasi sementara pimpinan itu sendiri tidak
sungguh-sungguh untuk mewujudkannya.
2. Membangun Lingkungan Organisasi
Yang Kondusif
Dalam suatu lembaga penelitian terutama yang membawahi
unit-unit yang memberikan pelayanan publik, dari manajemen sangat dibutuhkan
dua hal, yaitu komitmen moral dan keterbukaan dalam komunikasi. Kedua hal
tersebut dapat mewujudkan harapan munculnya etika perilaku yang kuat,
karena banyak pegawai yang tidak menyukai perbuatan pimpinan yang kurang
bermoral dan kurang terbuka dalam berkomunikasi. Manajemen harus memperlihatkan
kepada karyawan tentang adanya kesesuain antara kata dengan perbuatan dan tidak
memberikan tolerensi terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah
etika organisasi, yaitu dengan diberikan sanksi hukuman yang jelas dan demikian
pula sebaliknya terhadap pegawai yang berprestasi dan bermoral baik diberikan
penghargaan yang proporsional. Pegawai akan merasakan diperlakukan secara adil
dan merasa bersyukur atas posisi yang diraihnya bilamana etika organsasi dapat
ditegakkan secara konsisten oleh manajemen.
Pimpinan harus menjadi “sponsor” utama dalam upaya terciptanya semangat anti kecurangan,
yaitu dengan membangun suatu kultur organisasi yang mengandung sistem nilai
yang kuat dan berdasarkan profesionalisme, integritas, kejujuran dan loyalitas
yang tinggi untuk mewujudkan visi dan misi organisasi. Kultur dan etika
perilaku organisasi yang dimiliki harus dapat mencerminkan nilai utama dari
organisasi (misi organisasi) dan tuntunan bagi pegawai dalam membuat keputusan
sesuai dengan kewenangan yang mereka miliki dalam bekerja.
Kepedulian positif dari lingkungan kerja sangat
diperlukan dalam membangun suatu etika perilaku dan kultur oganisasi yang kuat.
Rendahnya kepedulian dan rendahnya moral akan menyuburkan tindakan kecurangan
yang pada akhirnya akan merusak bahkan dapat menghancurkan organisasi.
Faktor-faktor ketidak pedulian tersebut antara lain
disebabkan oleh :
- Top manajemen kurang peduli tentang hukuman dan penghargaan
- Umpan balik yang negatif yang dirasakan oleh pegawai yang bermoral atau bermental baik dan penempatan kerja yang tidak adil atau tidak berbasis kinerja dan tidak sesuai dengan kemampuan pegawai
- Berkembangnya rasa ketidak pedulian akan organisasi
- Pimpinan lebih bersifat otoriter dan kurang menghargai partisipasi karyawan
- Rendahnya loyalitas dan rasa memiliki organisasi
- Anggaran yang tidak rasional dan adanya pemaksaan pencapaian terget yang tidak rasional tersebut
- Kurangnya pelatihan pegawai dan kurangnya kesempatan promosi
- Tidak jelasnya pertanggungjawaban organisasi
- Kurangnya komunikasi dan metode kerja organisasi yang tidak jelas
Administrasi memegang peranan sentral, terutama Kepegawaian yang membantu dalam menciptakan
instrumen yang mengarahkan kepada adanya kultur organisasi dan lingkungan kerja
yang mendukung. Unit pengelola Tata Usaha yang profesional bertanggungjawab
terhadap implementasi program, berinisiatif dan konsisten dengan strategi manajemen
yang akuntabel.
Berikut ini hal-hal yang membantu terwujudnya lingkungan
kerja yang positif dalam mengurangi resiko kecurangan yaitu :
- Mempertegas komitmen terhadap hasil peneliatian yang dapat berguna bagi hajat hidup orang banyak
- Memperkenalkan reward system yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dan hasil penelitian
- Memiliki kesempatan yang sama bagi seluruh pegawai
- Adanya tim orientik , kerjasama dalam mengambil suatu keputusan
- Program kompensasi administarasi yang profesional
- Program pendidikan dan pelatihan yang profesional dan proritas dalam pembinaan karir.
Pemberdayaan pegawai dalam mengembangkan lingkungan kerja
yang positif sangat membantu dalam membentuk suatu etika dan aturan perilaku
internal organisasi yang anti kecurangan. Mereka dapat memberikan
pandangan-pandangan dalam pengembangan dan memperbarui etika dan aturan
perilaku (code of conduct) yang berlaku dalam suatu organisasi. Internal
auditor (pengendali internal) dan bentuk lainnya wajib didukung dan menjadi
alat yang memungkinkan manajemen dapat mengetahui terjadinya tindakan
kecurangan secara dini. Untuk menjamin efektifitas hasil kerja suatu internal
investigasi maka Internal investigasi harus siap dan memiliki akses yang jelas
ke pimpinan.
3. Perekrutan dan Promosi Pegawai
dan Pelatihan yang Berkesinambungan
Setiap pegawai memiliki masing-masing seperangkat
nilai-nilai kejujuran, integritas dan kode etik personal. Ketika suatu
organisasi atau entitas berhasil dalam pencegahan kecurangan, dipastikan organisasi
tersebut sudah memiliki kebijakan2 yang efektif yang dapat meminimalkan
kemungkinan adanya merekrut atau mempromosikan pegawai yang memiliki tingkat
kejujuran yang rendah , terutama untuk posisi PENGELOLA KEUANGAN yang
memerlukan tingkat kepercayaaan.
Manajemen perlu merumuskan dan menetapkan prosedur rekrut
dan promosi CPNS/ honorer yang dapat meminimalkan atau mengurangi terjadi
perbutan curang dikemudian hari, antara lain meliputi :
- Melakukan Investigasi latar belakang dari invindu/ pegawai yang dipertimbangkan untuk dipekerjakan atau dipromosikan untuk posisi yang memerlukan tingkat kepercayaaan tertentu
- Melakukan cek atas pendidikan, pengalaman kerja dan referensi pribadi dari calon pegawai
- Melakukan pelatihan secara periodik bagi seluruh pegawai tentang nilai-nilai organisasi atau entitas dan standar-standar pelaksanaan (code of conduct ).
- Sejalan dengan Review Kinerja Rutin (DP3), penilaian bagi setiap indivindu telah memberikan kontribusi untuk menciptakan lingkungan kerja yang tepat sesuai/ sejalan dengan nilai-niali entitas dan standar pelaksanaannya.
- Penilaian yang objektif dan terus menerus atas ketaatan terhadap nilai- nilai-niali entitas dan standar pelaksanaan, dengan pengungkapan penyimpangan-penyimpangan sesegera mungkin.
Pegawai yang berpotensi harus diberi pelatihan tentang
nilai-nilai organisasi atau entitas dan standar-standar pelaksanaan pekerjaan,
sebagaimana pada saat perekrutan. Pelatihan
4. Menciptakan Saluran Komunikasi
Yang Efektif dan Penegakan Disiplin
Manajemen membutuhkan informasi mengenai pelaksanaan dan pertanggungjawaban
pekerjaan apakah sudah sesuai dengan kode etik atau tidak dari masing-masing
pegawai. Masing-masing pegawai harus menginformasikan tentang pelaksanaan kode
etik tersebut. Hal ini bukan hanya formalitas saja tetapi laporan tersebut
betul-betul dapat digunakan sebagai pencegahan dan pendekteksian bila
terjadinya perbuatan curang dalam organisasi. Laporan yang jujur sangat
dibutuhkan dan bukan atas dasar sakit hati atau iri hati pada Seseorang
Kedisiplinan merupakan suatu kunci penting keberasilan
dalam menerapkan dan memelihara kode etik dalam suatu organisasi. Tindakan
disiplin akan dapat mengurangi perbuatan curang yang dilakukan pegawai. Pandangan
terhadap reward & punishment atas perilaku yang merugikan organisasi, secara
nyata disebarluaskan kepada seluruh pegawai. Pegawai harus disiplin dengan waktu
dan sumber daya. Setiap perbuatan melanggar disiplin organisasi akan dikenakan
sanksi. Pegawai yang disiplin akan dapat meningkatkan kultur organisasi.
Kultur
yang baik menghasilkan kinerja organisasi yang bukan hanya akuntabel, namun
juga auditabel. Dewasa ini wacana audit kinerja menghangat, terutama dari
sektor publik. Materi mengenai hal tersebut akan bahas pada topik selanjutnya.
Sumber :
- Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dengan SK Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002 tanggal 25 April 2002
- Manual Investigation, Association of Certified Fraud Examiners. 2000
- Statement on Auditing Standards No.99 “ Considerations of Fraud ina Financial Statement Audit ”
- http://www.bpkp.go.id/Membangun Kultur dan Etika Internal Organisasi yang Anti Kecurangan.
Analogi PNS "Kerah Biru" Berlabel "Jenderal"
Kerah Biru sering dianggap
pegawai “kelas dua”, lain dengan kerah putih yang dianggap memiliki kualitas
karena tingkat pendidikan atau pengalamannya. Banyak studi yang menjelaskan
deskripsi pekerjaan kerah putih yang menghasilkan kesejahteraan lebih layak
dibandingkan kerah biru. Bila di perusahaan swasta kerah biru diartikan bekerja
dengan “otot”, bagaimana dengan lingkup pemerintah.
Dewasa ini, wacana pemberlakuan
Tunjangan Kinerja bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa diartikan angin segar
bagi PNS “kerah biru”. Pemberlakuan Grading
membuat para kerah biru memaksimalkan kinerja guna mengejar jabatan fungsional
yang disesuaikan kemampuan dan pengalaman yang selama ini dikerjakan. Bagaimana
dengan kerah putih?
PNS kerah putih tentu mengalami
hal serupa, tetapi ada “selisih” jarak, namun kondisi ini juga bisa diartikan
para kerah putih bukan hanya dituntut sebagai pengambil kebijakan, tetapi juga
pembimbing atas kebijakan yang sudah disepakati dan dijalankan organisasi.
Wacana “Asal Bapak Senang” sebagaimana didengungkan pada masa orde baru, sudah
tidak berlaku.
Penulis membuat analogi bahawa
PNS Kerah Putih adalah Pejabat Pengelola Anggaran dan Pejabat Struktural
(Eselon), sementara PNS Kerah Biru adalah para pelaksana teknis.
Pemerintahan Susilo Bambang
Yudhyono membuat batasan tegas dalam perspektif penerimaan CPNS dengan terlebih
dahulu menciptakan optimalisasi PNS. Sehingga diharapkan kinerja PNS terus
bertumbuh seiring insentif.
Moratorium atas penerimaan CPNS
yang diberlakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) beberapa waktu lalu, “memaksa”
satuan kerja memaksimalkan PNS sesuai jabatan yang sesuai rencana kerja baik
jangka menengah atau jangka panjang. Diharapkan belanja negara berupa belanja
pegawai bisa teralihkan ke belanja barang atau belanja modal, sehingga beban
belanja negara bisa terserap untuk pembangunan.
Kembali kepada konsep PNS Kerah
Biru, pada sedikit kesempatan, deskripsi pekerjaan yang dilakukan menjadi
berdasar pada Surat Keputusan pimpinan, mengingat Grading yang melekat. Namun seringkali, Surat Keputusan yang
diterbitkan kepada Kerah Biru, tetapi tidak “menyinggung” para Kerah Putih.
Dalam level manajemen, garis perintah vertikal seharusnya menjadikan pekerjaan
lebih terkonsep. Namun Surat Keputusan menjadikan jabatan lebih terkonsentrasi
menjadi dua bagian, pelaksana teknis yang menjalankan pekerjaan (Kerah Biru)
dan pengambil kebijakan yang menguasai SDM (Kerah Putih).
Pada tahun anggaran berjalan, Surat Keputusan
banyak diterbitkan manajemen puncak kepada para pelaksana teknis untuk melaksanakan
tugas organisasi sebagaimana Rencana Kerja (Renja). Biasanya pelaksana teknis
yang ditunjuk, merupakan pegawai bagian/bidang yang dipimpin Pejabat Struktural.
Disinilah letak “konflik”. Pelaksana teknis melaksanakan dwi dungsi; pemegang
Surat Keputusan dan menjadi pelaksana dari pejabat struktural.
Pemegang Surat Keputusan, secara
undang-undang pengelola anggaran, bertanggung jawab kepada kuasa pengguna
anggaran (manajemen puncak), tidak kepada atasan langsung bagian/bidang.
Seringkali, dalam menjalankan fungsi jabatan fungional (berdasarkan Surat
Keputusan), berbenturan kepentingan sehingga mengorbankan perintah atasan
langsung. Atau mungkin atasan langsung tidak “dianggap” mengingat semua
pertanggungjawaban langsung ke manajemen puncak. Secara kepegawaian, pelaksana
teknis bergantung pada atasan langsung (struktural), namun secara pekerjaan,
atasan langsung tidak memiliki pengaruh mengingat pertanggungjawabannya
langsung ke puncak (atasan dari atasan langsung).
Gambaran tersebut menjadikan
pelaksana teknis memiliki “kuasa” dalam menjalankan pekerjaan, sebagimana
aturan hak dan kewajiban dalam undang-undang pengelolaan anggaran negara.
Sehingga menjadikan para kerah biru tersebut berlabel “Jenderal”. Konsep jenderal
diadopsi dari acara Mario Teguh, dimana pada salah satu acara, melontarkan
pertanyaan ke audiens, manakah yang lebih tepat, Seorang Prajurit yang memiliki
mental seorang Jenderal !, atau Prajurit yang Merasa Layak menjadi Jenderal ? Para
pegawai, terlepas kerah biru atau kerah putih, khususnya pada organisasi
pemerintahan, dituntut negara menghasilkan kinerja yang tersalurkan melalui
unit-unit dalam organisasi, guna pencapaian output dan outcome, demi kesejahteraan masyarakat.
Konsep reorganisasi atas suatu
organisasi mungkin menjadi solusi dalam hal pengaturan job desk. Para kerah biru menjalankan tugas yang bukan hanya otot,
namun juga kesempatan menuangkan pemikiran guna perbaikan sistem berkelanjutan.
Sementara para kerah putih, dengan kemampuan, pengalaman dan tingkatannya
menjalankan tugas dengan spesifikasi khusus. Sehingga diharapkan, semua PNS
menjalankan fungsi yang sama, tidak dibedakan kerah biru atau kerah putih,
namun berdasar Grading jabatan yang
dilakukan.
[Eko Prio Wibowo – dari berbagai sumber]
Konsep Sinergi Keselarasan Internal : Optimalisasi PNS dan Perspektif CPNS
Saat menyaksikan pertandingan
sepak bola, maka terdapat sejumlah hal yang menarik yang perlu dicermati.
Pertama tentunya adalah dalam hal penentuan strategi formasi yang tepat.
Walaupun tidak terdapat banyak pemain “bintang”, namun pemain tiap posisi yang ditugaskan
bekerja maksimal sehingga menciptakan keseimbangan antara menyerang dan
bertahan. Yang kedua, adalah cara para pemain menerapkan stategi dari pelatih.
Terlihat bagaimana mereka melakukannya seirama, dengan saling mengetahui tugas
pokok masing-masing dengan selaras. Tanpa adanya keselarasan, tidak peduli
seberapa maksimal tenaga yang dikeluarkan, permainan akan mudah dikuasai lawan.
Ketiga, adalah adanya sosok kapten yang berada di dalam lapangan sebagai motivator.
Arahan kapten itulah yang akan menjadi motor bagi para pemain untuk memainkan
sepakbola seirama. Irama itu juga berperan untuk memberikan semangat kepada
para pemain untuk terus mengeluarkan upaya terbaiknya, baik menyerang dan
bertahan.
Banyak organisasi yang antar
unitnya dapat dikategorikan tidak terkoordinasi dengan baik. Ada unit yang dipenuhi oleh
pegawai-pegawai pintar, terlatih, dan menjadi ujung tombak pelaksana yang
berpendidikan tinggi, namun diantara mereka tidak menghasilkan kinerja yang
baik. Masing-masing unit (atau bahkan para pegawai dalam di satu unit) bekerja
sendiri-sendiri sehingga kinerja organisasi tidak berjalan sesuai dengan
perencanaan strategis organisasi. Seiring Negara ”berbaik hati” dengan
memberlakukan Remunerasi (Tunjangan Kinerja) bagi PNS, masihkah perlu
dipertahankan pegawai tersebut? Bagaimana kemudian sistem merespon!
Mengapa hal di atas dapat
terjadi? Banyak penjelasan untuk mencari faktor-faktor penyebabnya, salah
satunya adalah mengenai aligning
(penyelarasan) yang tidak berjalan dalam organisasi. Pentingnya aligning dalam organisasi adalah untuk
menyamakan persepsi mengenai tujuan yang akan dicapai organisasi dan
menghilangkan berbagai pengaruh yang menghambat pencapaian visi organisasi. Aligning merupakan proses penting agar
organisasi efektif dan efesien. Aligning
merupakan bagian penting dalam implementasi perencanaan strategis. Sebab
perencanaan strategis memerlukan implementasi yang konsisten, antara lain
dengan melaksanakan aligning process
(proses penyelarasan) secara benar guna menciptakan organisasi pembelajar.
Gambaran tim sepak bola di atas
mencerminkan bagaimana menciptakan sinergi di dalam organisasi. Dengan adanya
sinergi, secara bersama-sama tim akan memperoleh hasil yang optimal, terutama
di dalam proses implementasi strategi. Tantangan yang umumnya dihadapi adalah
membangun kesatuan fokus dari semua unit kepada strategi organisasi. Unit di
dalam organisasi diibaratkan sebagai para pemain sepakbola. Setiap unit tentunya masing-masing diharapkan
untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Namun yang jauh lebih penting adalah
bagaimana agar hasil kerja dari seluruh satuan kerja dapat memberikan hasil
yang juga optimal pada tataran organisasi.
Menciptakan kolaborasi antar unit
kerja merupakan peran yang perlu dimainkan oleh jajaran eksekutif organisasi
sebagai “Pelatih Sepakbola”. Tim eksekutif secara bersama-sama perlu menegaskan
arah strategis yang ingin dijalani oleh organisasinya (seperti irama yang
selaras). Mereka juga yang memberikan
semangat motivasi bagi seluruh elemen organisasi dalam menjalani rute strategis
tersebut.
Secara teknis, proses untuk
menciptakan keselarasan strategis pada suatu organisasi dimulai dari top management. Perlu terdapat suatu mutual understanding di antara pihak
pengambil keputusan tentang tujuan dan sasaran strategis yang ingin dicapai.
Mereka pun perlu sepakat tentang cara mengukur pencapaian sasaran strategis
tersebut. Kesepahaman ini penting karena inilah dasar rujukan bagi seluruh unit
organisasi untuk menunjukan kontribusi mereka terhadap pencapaian sasaran
tersebut.
Kewenangan yang desentralisasi
membuat organisasi melakukan sinergi ditiap-tiap unit, tetapi bila sistem
“tidak” bekerja, sinergi menjadi terpisah-pisah dan cenderung tidak
terkoordinasi antar unit. Hal tersebut dikarenakan organisasi tidak
memperlakukan penyelarasan sebagai sebuah proses manajemen. Ketika tidak
seorangpun merasa bertanggung jawab untuk penyelarasan dalam organisasi, maka
kesempatan untuk menciptakan value
melalui sinergi akan hilang. Oleh sebab itu keselarasan harus diperlakukan
sebagai sesuatu yang istimewa, antara lain pimpinan harus menjadi orang yang
paling bertanggung jawab untuk menjamin terlaksananya penyelarasan dalam
organisasi. Adapun proses penyelarasan (dihimpun dari berbagai sumber dan
disesuaikan konsep organisasi pemerintahan) terdiri dari antara lain ;
1. Enterprise value proposition, yaitu organisasi merumuskan garis
besar operasional impelementasi strategi
untuk mempengaruhi dari level bawah sampai level atas organisasi.
2. Board and shareholder alignment,
yaitu pimpinan mereview, menyetujui, dan memonitor strategi organisasi.
3. Corporate office to corporate
support unit, yaitu strategi organisasi diwujudkan kedalam kebijakan organisasi
yang akan diadministrasikan oleh unit-unit dalam organisasi
4. Corporate office to business
unit, yaitu prioritas organisasi disosialisasikan ke semua elemen dalam
organisasi
5. Business unit to support unit,
yaitu prioritas strategi bisnis dari elemen- elemen dalam organisasi
disosialisaikan ke elemen fungsional
6. Business unit to customer, yaitu
organisasi diwujudkan harapan konsumen
dan meminta umpan balik dari mereka. Konsumen bisa diartikan antar-unit dalam
organisasi
7. Business support unit to
suppliers and other external partners, yaitu organisasi mewujudkan semua kepentingan
pihak di luar organisasi seperti, stakeholder
organisasi.
8. Corporate support, yaitu
organisasi pusat dan unit dibawahnya mendukung strategi organisasi
Ketika organisasi mencari
kandidat yang tepat untuk suatu posisi, sering yang diutamakan adalah capabilities alignment atau penyelarasan
kapabilitas, latar belakang pendidikan dan pengalaman, untuk memastikan yang
bersangkutan bisa menjadi the right
person at the right place. Ketika pimpinan ditanya kenapa seorang pegawai
adalah kandidat yang tepat untuk posisi ini? Tentunya dikarenakan latar
belakang kapabilitas berupa pengalaman dan pendidikan formal yang menurutnya
dibutuhkan untuk sukses pada posisi itu, dengan kata lain: ia orang yang mampu.
Benarkah? Pimpinan perlu melihat “why” seorang pegawai cocok untuk suatu
posisi. Apa core value yang
dibutuhkan organisasi dan apakah kandidat memilikinya? Keselarasan nilai antara
organisasi dan kandidat pegawai sangat dibutuhkan, sehingga mutlak dijadikan
sebagai prasyarat, sebelum dilanjutkan dengan melihat keselarasan kemampuan.
Kegiatan berikutnya adalah
membentuk sinergi strategi dan kinerja melalui apa yang disebut dengan proses
penyelarasan vertikal (vertical alignment)
dan penyelarasan mendatar (horizontal
alignment). Pada aras penyelarasan vertikal, unit-unit kerja akan
mengidentifikasi aspek kinerja strategis manakah pada level organisasi yang
relevan bagi mereka. Selanjutnya unit kerja terkait memformulasi sasaran
kinerja di level unit yang dibutuhkan untuk memberi kontribusi terhadap pencapaian sasaran strategis
organisasi.
Penyelarasan mendatar
mencerminkan kerjasama antar unit kerja. Pada area ini, suatu unit kerja akan
mendemonstrasikan bagaimana mereka dapat berkontribusi terhadap peningkatan
kinerja unit yang lain (sebagai pelanggan internal) sehingga unit “pelanggan”
ini mampu memberikan pengaruh strategis secara vertikal kepada organisasi.
Proses penyelarasan mendatar umumnya akan dilakukan oleh unit-unit kerja yang
bersifat pendukung, semisal Sub Bagian pada Tata Usaha atau unit-unit di bawah
Sekertaris Utama. Secara teknis, unit kerja pendukung akan membangun sasaran
kinerja di level unit yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan internal. Jika hal
ini dilakukan dengan tepat, maka mereka juga telah menunjukkan bagaimana mereka
berkontribusi secara tidak langsung terhadap pencapaian sasaran kinerja
organisasi. Jika seluruh upaya penyelarasan kinerja strategis ini dilakukan
dengan seksama, sungguh-sungguh dan konsisten maka menghasilkan “working together is success”.
Indikator kinerja organisasi pada
saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk belajar dan
merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Pimpinan puncak adalah
orang yang mampu secara efektif menggunakan kebijaksanaan, mengelola organisasi
dengan berbasis ilmu pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang
diperlukan. Disinilah letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi
pembelajar adalah pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar,
beradaptasi dan berubah. Pegawai yang baik adalah yang menempatkan kepentingan
negara (odalam wujud tupoksi organisasi) di atas kepentingan keluarga atau
bahkan diri sendiri. Sementara organisasi yang baik adalah yang bermanfaat bagi
negara dan masyarakat, diwujudkan dengan penganggaran sesuai perencanaan,
penganggaran yang tepat sasaran, dan penganggaran yang dapat menghasilkan output
dan outcome.
Bagi pembaca yang memahami konsep keselarasan, baik lulusan teknik atau sosial, dan jika terdapat formasi, silahkan mendaftar sebagai CPNS LIPI 2013 guna membangun negara yang dari sudut pandang manapun, Kredibel dan Akuntabel. Link CPNS LIPI 2013
[Eko Prio Wibowo – dari berbagai sumber]
KabarSPAN 2013
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) adalah sistem terintegrasi seluruh
proses yang terkait dengan pengelolaan anggaran yang meliputi penyusunan
anggaran, manajemen dokumen anggaran, manajemen komitmen pengadaan barang dan
jasa, manajemen pembayaran, manajemen penerimaan negara, manajemen kas, dan
pelaporan.
Perubahan yang
paling mendasar yang diusung SPAN adalah otomasi proses bisnis yang dijalankan
di Ditjen Anggaran dan Ditjen Perbendaharaan. Proses-proses yang sifatnya
pengulangan (repetition) yang selama ini dilaksanakan secara manual akan
diotomasi oleh sistem. Perubahan lainnya lainnya adalah:
- penggunaan database tunggal yang sebelumnya berdiri sendiri-sendiri baik di tingkat pusat, unit vertikal, maupun satuan kerja
- perekaman data sekali yang sebelumnya dilaksanakan di setiap unit yang terkait, dan
- pembakuan business rules untuk semua proses serta analisis.
Perubahan yang
signifikan tersebut menuntut perbaikan pada proses bisnis yang dijalankan dan
perubahan pola pikir para pihak yang terlibat pada proses bisnis tersebut, baik
pengguna langsung dari Kementerian Keuangan (internal), maupun dari kementerian
negara/lembaga (eksternal).
Pembangunan dan
implementasi SPAN melibatkan banyak pihak baik lingkungan internal Kementerian
Keuangan maupun pihak eksternal seperti kementerian/lembaga, Bank Indonesia dan
perbankan umum.
Untuk mengenal lebih tentang SPAN, berikut beberapa modul yang bisa kita pelajari:
- Modul General Ledger - Bagan Akun Standar
- Modul Manajemen Komitmen
- Modul Manajemen Kas
- Modul Manajemen Pembayaran
- Modul Manajemen Penerimaan
- Modul Manajemen Pelaporan
Sumber : SPAN l Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
Langganan:
Postingan (Atom)