"Selamat Datang di EPRIO"

Reformasi Integritas Abdi Negara


Gerakan nyata Antikorupsi sebenarnya sudah dimulai ketika Paket Undang-Undang Keuangan Negara terbit tahun 2004, yang menjadi dasar perubahan paradigma pengelolaan negara. Korupsi bukan saja diartikan menghimpun dana rakyat untuk keperntingan pribadi/golongan, melainkan dalam segi aspek kinerja seorang abdi negara dalam mengelola pekerjaan “rumah tangga” masing-masing kementerian/lembaga.

Paket UU Keuangan Negara benar-benar membatasi gerak “Para Pengelola Bangsa” ini menjadi lebih transparan, akuntabel, serta auditabel. Pemusatan rekening menjadi hanya dua terkait penerimaan dan pengeluaran, mekanisme pencairan APBN berbasis aplikasi (SPAN) dan pelaporan yang semakin berbasis portal, serta pembentukan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dimasing-masing instansi, tentunya membuat semakin tinggi ekspektasi rakyat akan pengelolaan negeri ini.

Negara ini krisis akan integritas, wajar jika dibandingkan dengan negara lain; Jepang dengan budaya malu, China dengan ketegasan, serta Korea dengan disiplin karena wajib militernya. Semua berawal dari Integritas. PNS “kotor” pasti memiliki level terendah, namun PNS “bersih” pun memiliki dampak sama, dalam perpektif yang lain tentunya. PNS bersih memiliki kecenderungan membatasi lingkungan (comfort zone), baik dari segi pergaulan dan peningkatan kemampuan, karena ditakutkan menerima resiko pekerjaan. Untuk itulah UU Reformasi Birokrasi yang sebentar lagi diberlakukan menjadi jawabannya. PNS atau nanti dikenal ASN “dipaksa” secara sistem mengambil Jabatan Fungsional yang menjadi Core Competence-nya. Tidak jaman lagi seorang PNS hanya makan “gaji” buta, tanpa ada peningkatan kinerja sesuai kemampuannya dalam berkarir.

Gerakan Antikorupsi, dapat juga disamakan dengan Peningkatan Kinerja bagi Aparatur Negara. Semakin jelas dan tepat sasaran kinerja yang diharapkan atas seorang PNS, maka akan berkurang level korupsi tergantung pengukuran tingkat evaluasi. Ukuran kinerja tentu berbeda-beda, semua difasilitasi lembaga tempat PNS tersebut memberikan pelayanan. Proses pengukuran dijalankan dan diawasi sistem, baik level internal lembaga tersebut, maupun eksternal, terutama lembaga/kementerian yang interkoneksi.

Sektor Swasta pun, yang dianggap “lebih” patuh hukum karena banyaknya birokrasi pendirian usaha tersebut, turut menjadi indikator peningkatan kinerja dalam hubungan penjual dan pembeli terkait Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Nilai proyek, validitas perusahaan, atau administrasi lainnya menjadi tolok ukur penting menilai potensi terjadinya tindak korupsi.

Bagi kami abdi negara, Gerakan Antikorupsi dimulai ketika Pemerintah menerapkan manajemen bottom-up dalam mengidentifikasi potensi dan kelemahan guna mengelola ancaman dan peluang. Sejauh ini, seperangkat aturan terkait mekanisme pencairan dan pelaporan berupa UU, Perppu, Perpres, Kepres, dan peraturan turunan lainnya di level kementerian/lembaga sudah mengarah ke keterbukaan informasi publik. Yang menjadi catatan menarik, seriring pergantian pergantian DPR, MPR, Presiden serta perubahan iklim penguasa, apakah perangkat tersebut akan tetap menjadi fokus bersama??? Bagi kami abdi negara, apa yang digariskan pemerintah yang diterjemahkan pimpinan kementerian./lembaga kami, akan kami jalankan seiring peningkatan kinerja melalui “Itegrity Reform”. Reformasi Integritas mutlak dijalankan, karena apalah arti sistem yang transparan, akuntabel dan auditabel, bila “si kotor” yang menjalankan. Begitu pula bila “si bersih” yang menjalankan bila hanya bertahan sementara tanpa ada perbaikan secara kontinyu.

Mari berbenah diri, mereformasi integritas diri untuk pelayanan yang lebih baik demi pembangunan yang bermatabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar