"Selamat Datang di EPRIO"

Seni Fungsi Manajemen OAPC (Kajian Politik Kerja)


Kamis, 7 April 2016 lalu, saya membaca republika.co.id dan tergelitik mencari tahu apa yang menjadi dasar dilontarkan pernyataan tersebut oleh Presiden Joko Widodo.

Pada pelaksanaan Sidang Kabinet Paripurna tersebut, Presiden membahas empat hal yakni, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016, Penghematan Tahun Anggaran 2016, Program Prioritas dan Pagu Indikatif 2017, Kemudahan Berbisnis, serta Kebijakan Satu Peta.

Mari mempersempit kajian pada pihak yang “tersentil” oleh Presiden, dalam hal ini Kementerian/Lembaga (K/L).

Berbicara Kebijakan pada level organisasi negara (eksekutif), tentu tidak lepas dari Ilmu Manajemen pada Birokrasi Pemerintah, bagi Praktisi maka akan menyernyitkan dahi tanda mengalami kebingungan. Serumit itukah ??

Teori Manajemen secara Fungsi terbagi menjadi 4 (Empat) dengan alur : Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC). Birokrasi Pemerintah, entitas terkecil sekalipun, dalam keseharian seringkali mengalami alur yang terbalik, pada kajian ini saya bisa sebutkan OAPC. Level Middle dan Lower Management mengambil peranan penting sebagai pihak pelaksana OA, sementara Top Management sebagai pihak PC (saya tidak membahas siapa dan apa posisi tiap level).

Hal tersebut dikarenakan biasanya Planning dibuat untuk Jangka Pendek/Panjang dan Controlling dibuat untuk mengawasi pencapaian kinerja. Yang menjadi perhatian bukan tinggi/rendahnya capaian target kinerja atau ketat/rendahnya pengawasan, melainkan berfungsi/tidaknya sistem dalam hal mencapai kinerja serta terlaksana/tidaknya pengawasan. Ilmu manajemen yang saya pahami dan praktekkan, lebih mengarah pada konsep manajemen sebagai sebuah Seni.

Kita mungkin pernah dengar Manajemen Perkantoran, Manajemen Keuangan, Manajemen Produksi dan Manajemen lainnya yang secara “baku” dilakukan sebuah organisasi yang menerapkan Manajemen sebagai Ilmu, suatu akumulasi pengetahuan yang disistemasi atau kesatuan pengetahuan yang terorganisir. Bagaimana dengan Manajemen sebagai Seni?

Seni pada Manajemen bisa dibuktikan dengan berkembangnya konsep manajemen itu sendiri yang disesuaikan kesehariannya untuk mencapai tujuan organisasi menggunakan sumber daya manusia. Bisa juga diartikan kegagalan sistem karena tidak terjalinnya mutual understanding antara Top – Middle – Lower Management. Muncul kemudian kajian (yang berkaitan dengan topik ini) yaitu Risiko dan Pengetahuan.

Kembali ke OAPC, Middle memandang Risiko dan Pengetahuan tetap menjadi tupoksi level Top, sehingga Lower melaksanakan sporadis dengan fokus pada tujuan akhir. Proses cenderung diabaikan. Yang terjadi, Top mengikuti alur fokus pada tujuan akhir tersebut, dan mengawasi demi tercapainya tujuan akhir tersebut dengan (sekali lagi) proses cenderung diabaikan. Salahkah ?

Tidak salah, karena Manajemen mengenal pendekatan perencanaan Bottom-Up. Lalu Benarkah? Tidak benar bila berada pada posisi OAPC, karena selain berpotensi “mengkhianati” Target Rencana Jangka Panjang (Tidak Tercapai atau bahkan melenceng), juga berdampak pada “Politik Wacana” organisasi. Top akan kesulitan atau bahkan “menuruti” kehendak organisasi-organisasi pada rantai sistem karena Kendali memang berada pada masing-masing organisasi teknis. Tidak mudah menciptakan keselarasan antara teknis dan administrasi. Selamat datang Risiko.

Sumber Daya Manusia, baik Top – Middle – Lower masing-masing memiliki Risiko dan bahkan pengetahuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ilustrasi di atas, Top berkesan hanya bisa mengatur dan mendesain aturan agar tujuan akhir tercapai. Middle dan Lower pun cenderung mengabaikan risiko dan pengetahuan dan mengalihkan ke Top. Sangat berputar-putar.

Sekelompok pegawai pada level Lower, melaksanakan tupoksi sesuai tuntutan kinerja. Yang tidak dipahami biasanya proses yang diabaikan demi tercapainya tujuan akhir organisasi. Apakah proses itu?

Penulis mengartikan Proses sebagai sebuah dinamika yang berada pada fungsi OAPC (penulis konsisten pada kajian) pada tiap level manajemen. Pada fungsi Organizing dikenal istilah Jabatan atau pihak yang dapat mandat mengatur serta diatur, Actuiting dikenal istilah visi, misi, kegiatan, program dll, Planning dikenal istilah target, realisasi dll, dan Controlling dikenal istilah Monitoring, Evaluasi, Punish, Reward dll. Proses biasanya berbentuk Aturan, Norma atau SOP dll istilahnya yang mengikat perilaku SDM pada suatu organisasi.

Sangat menarik jika dilihat suatu organisasi hanya mendesain tujuan akhir, padahal jika memperhatikan suatu proses, dikaitkan dengan pengetahuan dan risiko, ada potensi mengurangi kesenjangan tiap pegawai dengan cara mendesain ruang dan waktu demi terciptanya transfer knowledge terjadi yang pada akhirnya mengendalikan risiko.

Tidak akan ada lagi Top yang mengandalkan perencanaan Bottom-Up yang tidak sempurna, yang berpotensi memicu konflik ditiap unit organisasi terkecil akibat tidak terkoneksinya sistem horisontal. atau Lower yang terpaksa melaksanakan suatu proses yang secara sistem vertikal tidak diketahui kesesuaian antara hasil yang ingin dicapainya dengan yang organisasi harapkan.

Secara hirarki, antara Top – Middle – Lower memiliki garis perintah dan kordinasi secara vertikal dan horisontal, tergantung bagan organisasi yang terbentuk dan dibalut Aturan, Norma dan SOP yang melekat.

berhenti disana? Tidak

Selanjutnya adalah Kompetensi Inti (Core Competence) Organisasi. POAC disesuaikan tupoksi berdasarkan Kompetensi Inti Organisasi/Lembaga. Organisasi Pendidikan, Kompetensi Intinya berada pada Sumber Daya berbasis Pendidikan. Bank, Restoran, Hotel dll sejenisnya berbasis kompetensi inti Pelayanan. Bagaimana dengan Kompetensi Inti Lembaga Pemerintah?

Secara umum, tiap K/L, Pemda dan entitas turunannya dibentuk oleh Negara memiliki tupoksi dan kompetensi inti dan secara sistem bertujuan dalam rangka kesejahteraan masyarakat. Hanya secara khusus, secara praktisi manajemen, terdapat pembeda, yaitu Pegawai.

Dahulu, angkatan kerja menolak menjadi PNS selain karena bergaji rendah dibanding swasta, juga berstigma pengabdian tanpa kesejahteraan. Pasca Reformasi, setiap tahun angkatan kerja berbondong-bondong melamar karena kondisi sosial ketenagakerjaan yang timpang dengan perekonomian. Dengan kata lain, angkatan kerja ingin tetap berpenghasilan.

Apa yang dilihat angkatan kerja tersebut?

Reformasi Birokrasi. Pelayanan Satu Pintu bukan wacana dalam pelayanan publik, transparansi terjadi dan seluruh K/L berbenah selalu beraksi membenahi tiap lini dan bahkan memberantas korupsi. PNS bertransformasi menjadi ASN. Apa yang menjadi harapan ?

Dengan semakin baiknya tingkat pendidikan dan latar belakang ASN, tentu bukan lagi diibaratkan pesawat yang akan lepas landas. Lalu apa potensi Risikonya?

Pada paragraf awal disebutkan Manajemen Birokrasi. Disanalah letaknya. Birokrasi yang ter-Reformasi dengan mengabaikan kesesuaian alur Fungsi Manajemen akan berjalan sangat lambat. Percuma memiliki ASN berkualitas secara core competence pada tiap level, jika sistem yang mengatur tidak berpihak pada Proses.

view Linkedin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar